April Mob Sungguhan
Oleh Lana Ainunnisa
Tenggelam
dalam lamunanku sambil melihat papan tulis. Membayangkan bekas hapusan tulisan
di papan tulis tadi. Yap, dalam pikiranku, tulisan yang sudah dihapus masih
saja berbekas, tak mau hilang secara sempurna. Membayangkan hal itu, pikiranku
langsung teralih ke kenangan masa lalu. Walaupun sudah tidak terjadi lagi, tapi
bekas kenangan tersebut tidak bisa lepas dari ingatanku. Kejadian itu terjadi
setahun yang lalu. Jika kupikirkan lagi, kenangan itu sangat indah dilihat tapi
sangat pahit jika dirasakan. Yap, aku merasakan hal yang pahit dalam kenangan
tersebut, tetapi indah rasanya jika diingat kembali. Jadi, begini ceritanya…
Baru
kusadari, ku lihat tanggal 1 April jatuh di selasa esok. Wah, yang kupikirkan
bukan April Mob tapi aku mengikuti Olimpiade Fisika pada tanggal itu.
Sebenarnya aku agak kesal dengan ini, Mengapa waktu OSK ini baru diberitahu
kepadaku pada seminggu sebelumnya ? Persiapan dan latihan pendalaman materi
rasanya mustahil dilakukan dalam satu minggu. Yah, mau bagaimana lagi, targetku
bukan menang, aku cuma penasaran bagaimana ikut dalam OSK ?. Belajar seadanya,
hanya itu yang bisa kulakukan. Kepala sedikit pusing melihat rumus yang
berhamburan di atas kertas putih yang berjilid tebal. Aku hanya bisa tertawa
dengan hal itu. Prinsipku “Apa yang ada dihapanmu, lakukan ! selama kau masih
diberi napas oleh Tuhan mu.
1
Minggu Kemudian….
1
April sudah tiba. Rasa takut, tegang dan biasa aja bercampur. Yah targetku gak
tinggi-tinggi banget. Aku ikut aja udah syukur kalo menang kayanya jauh dari
harapan. Datang kesekolah lalu masuk ke kelas. Seperti biasa, aku bersama Egy.
“Semoga
sukses ya, OSK nya. Aku yakin pasti kamu bisa. Semangat, ya..” kata Egy.
“Aamiin.”
aku menanggapinya.
Teman-teman
yang lain sama seperti Egy, menyemangatiku, walaupun sebenarnya aku gak terlalu
berharap menang untuk OSK ini. Hingga ada dihadapanku melihat temanku, Ista,
yang asyik dengan laptopnya. Memang, dia udah terkenal karena IT nya yang
keren. Tapi di wajahnya ada suatu yang beda yang sedang dilakukannya. Setelah
aku berpikir itu kemudian dia berteriak.
“Hey,
semua. Coba lihat ini. Project sejarah kita sudah selesai ku edit loh.” Ista
dengan teriaknya. Serentak semua langsung memenuhi meja Ista dan beramai-ramai
melihatnya.
“Hahaha.”
semua tertawa melihat tayangan tersebut.
Tak
tersadar, aku lupa aku OSK pagi ini dan harus ikut rombongan bersama. Segera ku
pergi ke lobby piket dan akhirnya ku tertinggal. Aku lapor dengan guruku. Dan
guruku marah kepadaku.
“Kamu
kok bisa ditinggal sama rombongan sih. Ibu jadi marah kan sudah sekarang. OK,
ibu gak bisa ngantar kamu kesana. Kamu tau kan tempat OSK nya ?” tanya guruku.
“Saya
tak tahu, bu.” Dengan kepala menunduk ku menanggapi.
“Waduh,
ya, sudah. Gini, izinkan satu temanmu di kelas yang tahu tempat OSK nya. Cepat.
Mumpung acaranya belum mulai.” desak guruku.
“Ya,bu”
lantas aku langsung berlari menuju kelas.
Aku
tahu tempat lomba OSK tersebut, yaitu SMA Bakti. Tapi, aku tak tahu jalan
menuju kesana. Bawa motor tapi gak tau jalan kan, ya, percuma. Menuju kelas aku
melewati kantor guru. Entah kenapa aku langsung bertemu dengan teman sekelasku
Ihsan. Salah satu yang sudah menjadi teman baikku ini baru saja keluar dari
kantor guru.
“Rin,
kenapa panik gitu ? dan lo kenapa belum berangkat ?” tanyanya padaku.
“San,
aku ditinggal sama rombongan. Kamu tau SMA Bakti kan ? plis, antarin aku
kesana. Ntar aku izinin sama guru metik di kelas.” ucapku tergesa.
“Iya
aku tau, Rin. Ok, aku ambil kunci motorku sama sekalian izin.” dengan muka
panik, Ihsan pun pergi lari ke kelas.
Ok,
kami berdua sama- sama pasang muka panik. Sebelum pergi, aku sudah kasih
teguran.
“San,
jangan ikutan panik nah, ya. Gak usah ngebut. Ok.” ucapku tenang walaupun juga
panik.
“Iya,
Rin. Kita pake jalan mana nih supaya cepat ?” tanyanya dengan panik.
“Hey,
gasalah yah kamu nanya aku. Aku pun tak tau jalan ke sana apalagi jalan
cepatnya. Coba gausah panik gitu nah. Nanti kalo kamu ngebut dan motorku
kenapa-kenapa gimana ?” candaku.
“Biarin,
kan kamu yang nyuruh. Ya udah deh lewat sini aja. Pikiranku buntu udah mau
lewat mana? Padahal aku tau jalannya lewat mana..” ucapnya Ihsan.
“Bukannya
udah buntu dari dulu, bukan ? hehe” candaku.
“Heh
? Ish, sembarangan. Ku stopin tengah jalan neh” tanggapnya.
“Oke,
oke, Mejoan nih orang.” sindirku.
“Apalagi
kau ?” balasnya.
Untuk
menghilangkan sedikit panik, di sepanjang jalan, aku selalu mengajaknya
bercanda dan bercerita. Tapi kayanya Ihsan tetap saja melaju. Memang
kepribadianku dengannya hampir sama. Egy juga pernah ngomong, kalau Rina sudah
panik pasti bawa motornya naudzubillah. Walaupun udah diajak becanda dan cerita
sampe disetelin lagu slow biar bawa motornya juga keikut slow, tetap aja gak
ngaruh. Jalan yang kami lewati memang jauh. Tapi akhirnya sampai juga. Yah,
untung gak terlambat, ternyata masih acara pembukaan. Langsung ikut barisan
ditengah siswa-siswa yang mukanya ambisius harus menang. Sedangkan mukaku yang
sedikit lelah dan terengah-terengah karena pengaruh ngebutnya si Ihsan. Setelah
itu, seluruh siswa dipersilahkan memasuki ruangan sesuai mata pelajaran yang
diikuti. Fisika, kebetulan aku duduk paling depan tepat di depan pengawas.
Susah cari inspirasi dari melihat muka pengawasnya. Jujur saja, walaupun fisika
penyelesaiannya melewati rumus, tapi bagiku lewat inspirasi aku bisa
menyelesaikan soal. 8 soal dan hanya 1 soal yang ku tau jawabannya. Yah itu
wajar menurutku. Aku tidak kesal dan menyesalkan hal itu. Setelah 3 jam,
bolak-balik kertas soalnya udah selesai. Itu bagiku bukan bagi yang lain. 3 jam
selesai hanya satu soal. Ah, itu biasa. Seusainya, siswa diberi kotak makanan.
Baru aku langsung berkumpul satu rombongan sekolahku. Melihat isi dibalik kotak
makanan tersebut, aku terhibur. Isinya banyak, lauknya banyak dan itu salah
satu makanan favoritku. Rendang dan Puding. Lumayan bisa menghiburku sehabis
bolak-balik soal. Sambil menyantap hidangan, aku memasang status di socmed.
“Akhirnya
selesai juga. Makanannya enak juga nih…. :v”
Handphoneku
berdering lagi. Setelah kubuka ternyata sms dari teman sekelasku, Fida.
Pesannya tentang tugas sekolah hari ini dan dia izin buat satu kelompok
denganku. Aku membalasnya “Ok. Terserah kalian aja”. Beberapa menit kemudian
hpku berdering lagi. Ternyata BBM dari Ihsan.
“Udah
selesai nih ? Gimana ? Pasti bisa kan jawabnya ?” tanyanya.
“Alhamdulillah,
udah, San. Soalnya Alhamdulillah bisa kujawab.” balasku. Jujur aku tak mau
memberi tahu yang sebenarnya. Aku takut dia kecewa.
“Ih
enak eh dia makan-makan. Bagi dong! Btw, kamu pulangnya gimana ?” tanyanya
lagi.
“Udah
abis, sisa aquanya aja nih yang belum kuminum. Gak tau sih, San. Emang kalo
naik angkot pake angkot nomor berapa nih biar ke sekolah lagi ?” tanyaku.
“-_-…
Di daerah situ mana ada angkot, Rin. Ya udah aku lagi deh yang jemput ke sana.
Kesian aku sama kamu. Udah ditinggal baru bingung pulangnya. :v” ledeknya.
“heh
? aku gak bawa uang buat bayar ojekmu. Ongkosmu mahal banget. Gak usah, lagian
kan nanti ada lintas minat lagi, kan.? baru ini juga mendung mau hujan, ntar
sakit lagi kena hujan.” kataku.
“Udahlah,
kali ini ojeknya gratis aja. Kesian aku sama kamu. Aku udah biasa bolos lintas
minat. Tenang aja.” jawabnya
“Terserahmu,
aja deh. Aku gak maksa. Ini kamu yang maksa” kataku.
“Ok.
Tunggu sana sebentar. Gak usah kemana-mana.” suruhnya.
“Iya,”
tanggapku.
Rasa
kesian dan gak enak terhadap Ihsan. Tapi dianya juga mau sih, ya udahlah. Ku
tunggu dia di depan gerbang. Tak lama hujan pun turun dengan lebatnya. Terpikir
lagi aku dengan Ihsan. Dia pernah cerita, dia sering sakit dan gabisa kena
hujan pasti kena flu. Tambah kesian aku dengan Ihsan. Apalagi dia pake baju
sekolah, pasti basahlah nanti. Pikiranku tetap saja kesian. Tak lama, Ihsan pun
datang.
“Loh,
San, kapan kamu ganti baju ? Baju sekolahmu mana ?” heranku.
“Ada
di bagasi motormu, tenang aja.” jawabnya santai.
“Hmhm..
kesiannya. Bentar ada yang kena pilek nih.” sindirku.
“Hahaha…cepat
naik sud!” tanggapnya.
Di
sepanjang perjalanan menuju sekolah, aku pun bercerita tentang apa yang
kualami. Setiap dia bertanya tentang OSK, pasti kujawab biasa aja, soalnya
mudah dijawab kok. Aku selalu berbohong, aku takut jika aku bercerita yang
sebenarnya membuat dia kecewa. Di sepanjang jalan tersebut kami basah terkena
hujan deras. Baju kami basah. Sepatu kami kotor kena genangan air di jalan.
Hampir mendekati sekolah, kami melewati sebuah belokan. Ihsan dengan tenang
membawa motorku, menyalakan rating dan berbelok hati-hati. Tiba- tiba, ada
sebuah sepeda motor yang melaju dari arah samping kami dan menabrak kami. Orang
di sekitar pun menyalahkan kami, diduga kami yang menabrak motor tersebut
padahal sebaliknya. Yap, anak SMA selalu disalahkan. Maklum, belum punya SIM.
Kami hampir dicegat dan tak bisa lari, yang sebenarnya kami adalah korbannya
bukan tersangkanya. Untung ada lele penjual salome yang menyaksikan kejadian
tersebut dan menerangkan pada warga.
“Pak,
Bu, biar lepaskanlah anak ini. Mereka tak bersalah. Mereka sudah berbelok
hati-hati dan benar tetapi motor itu yang berlaju kencang dari arah samping
sehingga mereka yang ditabrak.” jelas lele penjual salome.
“Pak
lele, terima kasih banyak. Untung ada lele yang menyaksikannya. Kalau tidak
ada, kami jadi apa sekarang.” ungkapku.
“Iya,
sama-sama. Yang benar memang harus dibela” tanggap lele.
“Sekali
lagi terima kasih.” serentak kami berdua.
Kami
lepas dan melanjutkan perjalanan. Ihsan stop sebentar untuk memakai baju
sekolahnya biar gak dimarahin di sekolah. Bener-bener gak enak sama Ihsan.
Walaupun sahabat, tapi rasanya tetap gak enak. Akhirnya sampai juga di sekolah.
“Ihsan,
kamu gak kenapa-kenapa kan tadi ?” tanyaku.
“Gak
papa kok. Cuma ini. Kunci motor lu bengkok. Ini aku kasih + gantungan kuncinya,
kesian kuncimu gak ada gantungannya.” kata Ihsan.
“Hah
? Baguslah. Setiap aku ngeliat kunci motor bengkok ini, aku akan ingat jasa
kamu. Beh makasih juga. Seharusnya aku yang ngasih kamu sesuatu. Zuhur dulu
yok. Aku juga mau pulang. Kan aku di dispen seharian. Tapi aku mau turun pas
jam sore.” kataku.
“Aku
juga abis zuhur mau pulang. Mau bolos lintas minat aku. Aku juga mau turun pas
jam sore.” tanggapnya.
Aku
pulang kerumah, memang benar lelah. Aku udah ngambil kesimpulan, hari ini udah
kaya April Mob. April Mob adalah hari yang jatuh pada tanggal 1 April dan pada
hari itu seseorang akan dikerjain oleh teman atau orang di sekitarnya. Pas pagi
aja kaya abis dikerjain orang, ditabrak orang segala. Tapi kejadian ini semua
100 % NYATA. Udahlah cukup untuk hari ini, aku sudah lelah. Aku pulang kerumah
tanteku karena mamaku ada disana. Aku tidur. Tepat jam 14.30 aku terbangun dari tidurku. Aku segera
bersiap untuk mengikuti jam sore di sekolah. Kuambil kunci motorku dan segera
pergi. Tak lama untuk menuju sekolah.
Sampai
disana, aku agak sedikit heran melihat suasana kelas. Jadwal hari ini
seharusnya ada di Lab. Basing. Aku bingung, tak ada satupun orang disana.
Segera ku mengeluarkan hpku dari tasku. Aku ingin menelpon si Egy.
“Egy,
kau dimana ? semua anak kelas, kemana ? kenapa kelas ini kosong ?” tanyaku di
telpon.
“Anu,
Rin, anu.. ”
“Kenapa,
gy jangan bikin aku panik nah !” desakku.
“Ibunya
Rini meninggal. Jadi kita satu kelas kerumahnya Rini ngelayat. Kamu dimana Rin
?” tanyanya.
“Innalillahi
Wa innalillahi roji’un. Ya udah bentar aku kesana. Aku lagi disekolah Gy.”
“Rin,
hati-hati dijalan. Jangan ngebut!! Aku gak mau terjadi apa-apa sama kamu.”
“Iya.
Insya Allah aku gak ngebut kok.” tanggapku.
Segera
ku layangkan kakiku menuju parkiran. Ku nyalakan mesin motorku dan ku pergi.
Seakan pesan dari Egy tak kuhiraukan. Kesian si Rini. Sambil membaca shalawat
ku memacu motorku. Sesampai disana, ada Egy yang menungguku datang. Tampak
suasana duka menyelimuti kediaman Rini. Selama ini tak ada tampang kesedihan di
wajahnya hingga hari ini pun ia masih bisa tersenyum dan tak ada setetes air
yang jatuh dari matanya. Aku kagum padanya dengan ketabahan dan keikhlasannya.
Sesaat jenazah ayahanda dari Rini hendak dikebumikan, kami satu kelas bersiap
untuk pergi bersama ke pemakaman. Biasa aku bersama Egy, ada Tyo dan juga
Ihsan. Entah mengapa, dikejauhan ada seseorang yang berlari kencang menuju ke
arah kami. Ternyata, Dinda, teman sekelas kami. Ada apa lagi ini didalam
pikirku. Dengan napas terengah Dinda memulai ucapannya dan membawa sebuah
kabar.
“Tyo,
Rina, Ihsan, Egy, ada sesuatu hal penting yang ingin ku bicarakan.” ucap Dinda.
“Ya.
Ada apa Din ? Ngomong aja. Tarik napas dulu biar tenang.” tanggap Tyo.
“Gimana
mau tenang, Tyo, Handycam punya bapakku yang kita pakai pas buat video sejarah
hilang!! Tadi aku barusan balik ke kelas tapi handycam itu udah gak ada.” jelas
Dinda.
“Astaghfirullah
al-ajim.” tanggap kami semua.
Muka
pucat dan ekspresi penyesalan terpancar dari seorang Tyo. Maklum saja, dia juga
terlibat dalam project sejarah itu. Kesian ku melihat Tyo apalagi Dinda. Aku
bingung aku harus bantu apa. Rasanya belum habis satu hari ini.
“
Ya Allah, ada apa ini. Mengapa hari ini rasanya tak habis. Bumi seakan berhenti
berputar, dan kami tetap dalam keadaan bermasalah seperti ini.” gumamku.
Di
perjalanan menuju pemakaman, aku pun masih bingung apa yang harus aku bantu.
Dan sebenarnya aku pun tak tau tentang persoalan ini. Selama jam pelajaran
sekolah aku tak ada di kelas karena aku lagi ikut OSK. Silaunya matahari sore,
rasanya tak bisa halangi kami tuk berjalan. Itu yang sedang kupikirkan. Semua
masalah pasti ada penyelesaian. Perasaan yang ku alami sekarang takkan ada
apa-apanya dengan apa yang sedang dirasakan Rini, Tyo dan Dinda.
Jam
6 sore kutiba di rumah. Makanan yang sudah tersedia di meja rasanya tak ingin
ku telan. Aku sudah kenyang dengan hari ini. Nah, karena ini menu di meja ada
soto Banjar, rasanya tak tega. Soto Banjar yang selalu menjadi makanan
favoritku, seakan ludes akan sekejap. Ku laksanakan solat Maghrib dan berdoa.
Mungkin ada sebuah keajaiban dan hikmah akan terjadi nanti. Kupandangi langit
kamar, sambil mendengar bunyi detik jam yang sangat teratur. Rasa lelah di
badan hilang ketika mata ku pejamkan. Hingga tak kusadar, mungkin akan ada hal
buruk yang akan terjadi. ~~~